OPINI: MERENDA ASA USAHA ULTRAMIKRO MELALUI FINTECH
Oleh
Mukhaer Pakkanna
- Direktur Program Pascasarjana ITB Ahmad Dahlan Jakarta -
Ardian Asmar
- Group CEO PT Surya Finansial Utama Jakarta -
Al kisah, Roni (35 tahun), terhitung sejak awal 2015, “banting setir” menjadi pengusaha bakso, setelah terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari pabrik garmen di kawasan industri Tangerang. Bermodal Rp 10 juta, ia bertransformasi dari seorang pegawai kantoran menjadi pengusaha ultramikro/mikro. Dua tahun berikutnya, usaha baksonya berkembang. Bahkan, ia melayani pelanggan ritel pembeli bakso hingga melayani penjualan B2B (business to business) untuk pedagang lain.
Setelah 8 (delapan) tahun mengempakkan bisnis kecil-kecilannya, Roni ingin mengembangkan usaha pembuatan bakso pada skala pabrik (usaha kecil/menengah). Tapi, ia terkendala modal kerja untuk sewa tempat, beli daging, menambah karyawan dan membeli mesin pencacah daging. Sementara permintaan terus membludak.
Tampaknya, Roni adalah seorang pembelajar yang baik, maka pada awal 2023, ia mencari dan memberanikan diri mengajukan pembiayaan ke fasilitas fintech P2P (peer-topeer) lending syariah yang memang berkhidmat pada UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Nilai pembiayaan yang diajukan sebesar Rp 75 juta, tenor 6 bulan, dengan akad musyarakah serta ujrah 1,5% perbulan. Oleh karena bisnis bakso ini berjalan baik, pembiayaan berhasil diselesaikan dalam rentang 6 bulan, karyawan bertambah 2 orang, bisnis meningkat tajam, begitu pula skalabilitasnya.
Kegagapan Lembaga Keuangan
Pengusaha seperti Roni ini, jumlahnya tidak tanggung-tanggung, lebih dari 64 juta orang (Kemenkop UKM, 2021). Sayang sekali, tidak terlalu banyak pengusaha ultramikro/mikro bertransformasi menjadi pengusaha kecil seperti kisah Roni di atas. Roni adalah tipikal orang yang melek terhadap literasi keuangan.
Teringat pada data Bank Indonesia (2018), rakyat Indonesia yang berhubungan dengan bank masih rendah, yakni sekitar 48% dengan layanan perbankan masih terpusat di Jawa. Sementara, hanya 20% orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening di lembaga keuangan formal, jauh lebih rendah dibandingkan Thailand 77%, Malaysia 66%, Tiongkok 64%, India 35%, dan Filipina 25%. Demikian pula pembiayaan kegiatan untuk ekonomi rakyat (usaha ultramikro, mikro, dan kecil) belum signifikan dengan pangsa kredit hanya sekitar 20%. Konsekuensinya, Deposit to GDP ratio masih di bawah 50% dan Loan to GDP ratio masih kisaran 35%, jeblok di bawah rerata di kawasan Asia Pasifik.
Rendahnya tingkat literasi lembaga keuangan formal pada kelompok in the bottom of the pyramid ini tentu bukan tanpa alasan. Alasan klasikalnya, mereka tidak memiliki kolateral, bank lebih familiar membiayai usaha berskala besar, dan prosedur permohonan pembiayaan yang rigid. Konsekuensinya, solusi ditempuh rakyat kecil dan rentan, meminjam pada individu atau lembaga non-keuangan ilegal, dengan pelbagai risiko, yakni pengenaan bunga mencekik.
Selain itu, lembaga keuangan formal kerap “terbata-bata” memahami karakteristik kearifan lokal yang telah lama hidup di masyarakat. Padahal banyak lembaga keuangan lokal yang telah bersemayam hidup bersama rakyat, perlu diajak bekerjasama dan diberdayakan dalam memanfaatkan konsep financial inclusion. Bahkan, dengan perkembangan teknologi informasi, pembiayaan berbasis fintech P2P lending syariah menjadi salah satu solusi meretas kebuntuaan pembiaayan bagi usaha ultramikro/mikro dan kecil.
Usaha ultramikro atau lazim disebut UMi adalah usaha mikro yang dimiliki oleh perorangan yang menjalankan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup harian, seperti usaha pedagang kaki lima (PKL), laundry kiloan, kuliner rumahan, fashion online shop, bisnis souvenir, toko kelontong online, usaha minuman kemasan, dan lainnya. Usaha mereka tidak memiliki izin, bahkan dituduh sebagai bagian dari underground economy.
Mengintip laman kemenkeu.go.id, penjelasan mengenai UMi dijabarkan dari sisi pembiayaanya. Pembiayaan UMi merupakan program tahap lanjutan dari program bantuan sosial menjadi kemandirian usaha yang menyasar usaha mikro, yang berada di lapisan terbawah, yang belum bisa difasilitasi perbankan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). UMi memberikan fasilitas pembiayaan maksimal Rp10 juta per nasabah dan disalurkan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).
Kembali pada kisah Roni, yang bertransformasi dari usaha ultramikro ke mikro bahkan melompat menjadi usaha kecil, karena Roni memiliki asa dan tingkat literasi teknologi yang sangat baik. Teringat studi UNDP (2020), bahwa digitalisasi atau penggunaan internet dalam transaksi jual beli menjadi salah satu cara efektif agar pelaku usaha ultramikro dan mikro tetap dapat menjalankan usahanya. Bahkan, survei BPS pada 2020, empat dari lima pengusaha yang memasarkan produknya secara daring mengalami peningkatan penjualan. Bukti ini diperkuat oleh laporan Google, Temasek, dan Bain & Company (2020) yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan konsumen digital sebanyak 37%,
Rekomendasi
Gambaran kasus dan beberapa data studi terhadap digitalisasi bisnis, terutama melalui fasilitas fintech P2P lending, tentu perlu menjadi syarat perlu (necessary condition). Karena itu, perlu kampanye literasi keuangan lebih masif agar sisi demand tersedia. Kemampuan kasus Roni menjual bakso dengan omset Rp 4 juta per hari, membeli bahan baku daging, bumbu dan membayar gaji pegawai secara tunai harian dan bulanan, idak memiliki collateral, tidak terdeteksi SLIK (sistem layan informasi keuangan) sehingga tak tertangkap oleh sistem perbankan. Beliau adalah pengusaha marginal, unbanked people.
Para pengusaha ultramikro dan kecil ini berikhtiar mengalahkan semua tantangan dan dinamika bisnis pasar di Tanah Air. Mereka ingin merenda asa, merajut impian untuk sukses dan bermanfaat bagi bangsa. Maka, meminjam data OJK per Juli 2023, menunjukan hanya Rp 50 triliun dari platform P2P lending yang tersalurkan ke sektor produktif. Sisanya multiguna (individu) dengan kredit macet TWP90 (tingkat wanprestasi) bernilai Rp 1.73 trilun (OJK, 2023). Dari sisi supply, masih condong ke pembiayaan individu yang hiruk pikuk dengan pelbagai kasus debt collection tak beretika, pelanggaran penyebaran data pribadi dan sejuta cerita buruk lainnya.
Apa yang dilakoni Roni, seyogyanya tersedia pula untuk para pengusaha UMKM lainnya. Literasi dan inklusi keuangan adalah tantangan terbesar bangsa kita yang majemuk ini. Selain P2P lending ada pula sukuk/obligasi Securities Crowdfunding (SCF). Seandainya seluruh pengusaha UMKM yang 64 juta tersebut terlayani oleh 101 platform fintech P2P lending dan SCF maka problem laten, pengangguran dan kemiskinan akan bisa diamputasi
Rekomendasi terpenting untuk menyempurnakan ikhtiar perbaikan penyaluran modal kerja produktif, setidaknya ada 4 (empat) hal yang bisa dilakukan para stakeholder:
-
Pertama, berkhidmat pada sektor produktif UMKM. Per Juli 2023, P2P lending telah
menyalurkan akumulasi sejak 2018 hingga Juli 2023 sebesar Rp 628 trilun kepada individu
maupun sektor produktif. Sektor produktif UMKM beroleh porsi 38% saja. Sementara sektor
multiguna (individu) beroleh porsinya 62%. Sedangkan fintech SCF yang diproyeksikan 100%
untuk sektor produktif UMKM baru menyumbangkan Rp 1 trilun penyaluran dengan 16
penyelenggara berizin OJK.
Ada 101 entitas pelaku usaha P2P lending perlu diberi semangat (insentif) untuk fokus pada sektor produktif UMKM. Kombinasi perluasan pelayanan P2P lending dan SCF pada sektor produktif SCF akan menguatkan realisasi filosofi gotong royong sebagai modal sosial bangsa. Bekerja bersama antara pengusaha P2P lending, SCF dan mitra regulator untuk mendorong perluasan manfaat finansial secara kolektif, baik dari sisi investor atau lender maupun di sisi borrower atau emiten. -
Kedua, keamanan teknologi Informasi pada transaksi Fintech di platform P2P lending
dan SCF. Kehadiran UU no. 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) ditambah
dengan POJK No. 6/POJK.07/2022 serta Permenkominfo 4/2016 yang substansi perlindungan
data konsumen. Maka, keamanan data di dunia fintech adalah kewajiban bagi para
penyelenggara. Sekaligus ini memberikan kepastian hukum bagi para pengguna platform
fintech.
Profesi pendukung di industri fintech berupa IT Security, tools pengamanan server dan database serta teknologi informasi derivatif pengamanan lainnya. Implementasi ISO/IEC 27001 juga hal yang lumrah untuk memastikan standarisasi internasional. Peningkatan kapasitas sumber daya insani Indonesia juga terus dilakukan semua pemangku kepentingan. SDM IT Security Indonesia termasuk yang disegani dunia berdampingan dengan Rusia, Cina dan India. Sementara regulator (OJK & BI) dan Pemerintah terus melakukan pengawasan melekat yang ramah industri agar titik kesetimbangan antara keamanan teknologi informasi dan bisnis terjadi secara harmonis. -
Ketiga, kampanye literasi dan gerakan inklusi keuangan berkesinambungan, terstruktur
dan terukur. Merujuk Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan OJK 2022 (SNLIK 2022)
mengirim kabar tentang gambaran Indeks Literasi Keuangan sebesar 49%, inklusi 85%. Ada
kenaikan signifikan dari SNLIK 2019 dimana literasi hanya 38%, inklusi 76% sehingga gap
antara literasi dan inklusi menjadi menurun menjadi 35% dimana sebelumnya adalah 38%.
Tanggungjawab literasi ini juga dibebankan pada industri keuangan melalui asosiasi industrinya. Cara dan pendekatan kreatif melalui kampus, komunitas maupun kelompok pengusaha UMKM adalah upaya yang telah, sedang dan akan terus dilakukan. Hanya dengan prinsip gotong royong dan kesatuan pandanganlah yang mampu mengatasi kendala teknis, operasional dan budaya yang selalu muncul sebagai dinamikanya.
Last but not least, keberpihakan para stakeholder pada sektor produktif UMKM akan membuka peluang perbaikan ekonomi Indonesia secara nasional, masif dan merata serta terukur sebagaimana amanat ekonomi Pancasila. - Keempat, P2P Lending sebagai upaya yang dilakukan untuk dapat mendorong financial technology lebih berperan di sektor produktif dengan menaikkan ticket size per transaksi menjadi Rp 7.5 milyar misalnya yang sekaligus berimplikasi positif pada peningkatan jumlah sektor produktif yang bisa terlayani sekaligus mendorong para investor/lender individu berinvestasi. Sekali mendayung 2-3 pulau terlampaui. Disamping upaya literasi keuangan yang lebih giat, sistematis dan tematis. Hal ini diharapkan dapat membantu program pemerintah dalam menumbuhkan segmen ekonomi yang berada diluar jangkauan system keuangan.